Frans Seda
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Franciscus Xaverius Seda (lahir di
Flores,
Nusa Tenggara Timur,
4 Oktober 1926 – meninggal di
Jakarta,
31 Desember 2009 pada umur 83 tahun) adalah seorang
politikus,
menteri, tokoh gereja, pengamat politik, dan pengusaha
Indonesia.
Dalam pemerintahan, posisi yang pernah diembannya antara lain adalah Menteri Perkebunan dalam
Kabinet Kerja IV (
1963-
1964) dan
Menteri Keuangan (
1966-
1968) sewaktu awal
Orde Baru, serta
Menteri Perhubungan (
1968-
1973) dalam
Kabinet Pembangunan I.
Franciscus Xaverius Seda—yang lebih dikenal dengan panggilan Frans
Seda—dilahirkan di Maumere, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 4
Oktober 1926. Ia belajar di Kolese Xaverius Muntilan dan HBS
(Hollandsche Burgerschool) di Surabaya. Gelar sarjana ekonomi diraih
dari Katolieke Economische Hogeschool, Tilburg, Nederland (1956).
Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ia aktif
sebagai anggota Lasykar KRIS (Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi) dan
anggota Batalyon Paraja/Lasykar Rakyat GRISK/TNI Masyarakat
(1945-1950); dikirim Markas Besar Biro Perjuangan di Yogyakarta ke
Flores dan Surabaya; menjadi Ketua Pemuda Indonesia di Surabaya; anggota
Panitia Pembubaran Negara Jawa Timur dan DPR Sementara Daerah Jawa
Timur (RI) mewakili Pemuda; anggota Panitia Kongres Pemuda di Surabaya;
peserta Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia I di Yogyakarta
(1949-1950); anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Nederland;
serta pendiri/pengurus Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia (IMKI) di
Nederland (1950-1956).
Setelah Indonesia merdeka, jabatan tinggi di pemerintahan
dipegangnya, seperti pada masa Presiden Soekarno ia menjabat Menteri
Perkebunan RI (1964-1966) pada usia 38 tahun dan selanjutnya menjadi
Menteri Pertanian (1966). Kemudian pada masa Presiden Soeharto, ia
memegang jabatan Menteri Keuangan (1966-1968) dalam keadaan keuangan
Republik Indonesia di awal Orde Baru yang sangat tidak baik. Prestasi
Frans Seda yang layak diapresiasi pada masa ini adalah bahwa Frans Seda
mampu membawa ekonomi Indonesia ke arah yang lebih stabil setelah didera
inflasi hingga 650%, mengarahkan Indonesia kembali dalam pergaulan
masyarakat internasional, menerapkan kesatuan penganggaran Pemerintah
pada Kementerian Keuangan serta menerapkan model anggaran penerimaan dan
belanja yang berimbang; dua hal penting yang hingga kini masih
diterapkan dalam dunia keuangan Indonesia. Inilah yang menurut pendapat
Emil Salim, salah satu sahabat dekatnya adalah tidak berlebihan apabila
kita menyebutnya sebagai Pahlawan Keuangan Indonesia. Selanjutnya, Frans
Seda dipercaya sebagai Menteri Perhubungan (Pengangkutan, Komunikasi,
Pariwisata, 1968-1973) dimana ia kemudian merintis penerbangan dan
pelayaran perintis di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di
Indonesia bagian Timur, serta beberapa kawasan wisata unggulan seperti
di Nusa Dua, Bali. Sesudahnya Frans Seda kemudian mendapatkan sederet
jabatan di berbagai bidang, seperti: Duta Besar Republik Indonesia di
Brussels untuk Masyarakat Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luksemburg
(1973-1976; anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia
(1976-1978; dan anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur
Indonesia (DP-KTI) di bawah pimpinan Presiden Soeharto kemudian
dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie (1996). Beliau pun pernah menjadi
Penasihat Presiden B.J. Habibie untuk bidang ekonomi (1998) dan
selanjutnya pada tahun 1999 menjadi Penasihat Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia.
Dalam bidang politik, ia pernah menjadi Ketua Umum Partai Katolik
(1961-1968), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), mewakili golongan Katolik
(1960-1964), dan anggota Dewan Penasehat Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) sejak 1971 (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan selanjutnya
sejak 1997 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI
Perjuangan.
Dalam dunia usaha, ia menjabat sebagai Presiden Dewan Komisaris PT
Narisa, Presiden Dewan Komisaris PT Gramedia, Presiden Dewan Komisaris
PT Kompas Media Nusantara (yang menerbitkan harian umum nasional
Kompas), anggota Dewan Komisaris PT Bayer Indonesia, Ketua Umum Asosiasi
Pertekstilan Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Tekstil Indonesia
(1982-1988), Ketua Asian Federation of Textile Industries (1983-1985),
anggota Dewan Penasehat untuk Asia dari Sears & Roebuck World Trade,
Chicago, Amerika Serikat (1983-1984), Ketua Joint Working Party
Indonesia United Kingdom (1981-1985), Presiden Komisaris PT Saowisata
Seaside & Diving Resort, Ketua Komite Kerja Sama dalam nota
kesepahaman antara negara Indonesia Bagian Timur dan Australia Utara,
Ketua Karwell Group (Pabrik Tekstil untuk Ekspor), Presiden Komisaris PT
Bank Shinta Indonesia, Presiden Komisaris PT Pantara Wisata Jaya (kerja
sama dengan Japan Airlines dalam bidang promosi pariwisata), Presiden
Komisaris PT Hindoli (kerja sama antara PT Gowa Manurung Jaya dan
Perusahaan Amerika PT Cargrill dalam perkebunan kelapa sawit di Sumatera
Selatan), Presiden Komisaris PT Philips Indonesia, Presiden Komisaris
PT British American Tobacco, Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Pertekstilan
Indonesia (API), serta Ketua Asosiasi Indonesia-Netherland (INA). Dalam
bidang pendidikan, ia adalah Pendiri dan Perintis Yayasan Atma Jaya dan
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya) yang juga
tercatat sebagai Dekan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya (1961-1964) sekaligus Rektor pertama Unika Atma
Jaya. Kemudian beliau menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Atma Jaya
(1962-1996), kemudian menjadi Ketua Kehormatan Yayasan Atma Jaya, dan
bahkan pada saat Frans Seda meninggal pada akhir tahun 2009, beliau
masih tercatat sebagai Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya. Frans Seda juga
pernah menjadi Penasihat Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) dan
Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (PPM).
Frans Seda juga mendampingi Sri Paus Paulus VI dalam kunjungan ke
Indonesia pada tahun 1970. Selanjutnya Frans Seda menjadi Ketua
Organizing Committee pada kunjungan Sri Paus Johanes Paulus II ke
Indonesia pada tahun 1989.
Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Dana Komite Olahraga
Nasional Indonesia (1980-1982), anggota Dewan Harian Nasional Angkatan
1945, anggota Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian (Iustitia et
Pax) di Vatican, Roma (1984-1989), serta anggota Dewan Pertimbangan
Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebun
Raya Indonesia (YKRI), Anggota Dewan Penyantun Pusat Kajian Australia,
Universitas Indonesia (PKA-UI), dan Ketua Forum Indonesia-Nederland
(FINED).
Bintang kehormatan yang pernah diterimanya, seperti Grandcross of St.
Silvester dari Paus Paulus VI di Vatican (1964); Grandcross in de Orde
van Oranje Nassau dari Kerajaan Belanda; Grandcross de L’Ordre Royal du
Saha Metrei dari (bekas) Kerajaan Kamboja (1968); Commander in the Order
of Maritime Merit dari State California (USA) dan San Fransisco Port
Authority, Governor Ronald Reagan (6 September 1968); Grandcross de
L’Ordre de Leopold II dari Kerajaan Belgia (4 Juni 1970); Grandcross of
St. Thomas University dari Filipina (1972), Bintang Mahaputra Adipradana
II dari Republik Indonesia (10 Maret 1973), serta Honorary Member of
the Order of the Australia (In Recognition for Service to the
Development of Trade Links Between Australian and Indonesia), Agustus
1999 dari Pemerintah Australia.
Frans Seda meninggal di Jakarta pada 31 Desember 2009 pada usia 83 tahun.
Sepeninggal beliau, Yayasan Atma Jaya kemudian berinisiatif
mengabadikan semangat beliau yang membaktikan diri seutuhnya “Untuk
Tuhan dan Tanah Air” dalam suatu kegiatan “Frans Seda Award”. “Frans
Seda Award” yang diluncurkan 1 Juni 2011 lalu untuk pertama kalinya
difokuskan pada bidang Pendidikan dan Kemanusiaan dan ditujukan pada
seluruh warga negara Indonesia yang berusia maksimal 40 tahun yang
memiliki karya nyata pada bidang Pendidikan maupun Kemanusiaan yang
turut merawat, menanam dan mengembangkan ke-Indonesiaan sebagaimana
diteladankan Frans Seda.